Wednesday, June 12, 2013

Know it first: GMO

Kamu pasti pernah dengar kata bioteknologi atau kalau di Atma disebutnya 'teknobiologi'. Hehe. Apa kesan pertama kamu waktu dengar kata itu? Apa yang langsung terbesit di otakmu? Kloning? atau Tempe? Yap, keduanya adalah produk bioteknologi. Tapi sekarang gue lagi gak mau bahas neither kloning nor tempe.

So, ladies and gentlemen, please welcome the ultimate, one and only.... GMO!

Tulisan selanjutnya adalah hasil tugas mata kuliah Rekayasa Genetika gue berupa tulisan argumentatif tentang pendapat gue soal GMO. Gak tahu deh dapet nilai berapa. Tapi ya semoga bisa menambah pengetahuan kita-kita, supaya kita sebagai orang muda bisa speak up dan gak mati gaya ketika harus menanggapi pengembangan inovasi ini yang semakin cepat berlangsung. Komentar, kritik, hujatan, saran, dan pujian dipersilakan :-)


---------------------GMO----------------------

Planet Bumi yang menjadi tempat tinggal bagi seluruh makhluk hidup, menurut US Census Bureau tahun 2012, saat ini berpenduduk lebih dari 7 milyar jiwa. Keadaan tersebut membawa dampak universal yang berkembang menjadi permasalahan global. Sains dan teknologi berkembang secara signifikan untuk mengimbangi perkembangan di era modern ini—perubahan gaya hidup, peradaban, pola pikir, dan peningkatan pengetahuan yang memengaruhi perubahan pada kebutuhan makhluk hidup, khususnya manusia. Pangan adalah satu dari tiga kebutuhan pokok manusia. Efek domino yang dihasilkan dari pertumbuhan penduduk secara global menyinggung pula pada kebutuhan makan—semakin bertambahnya penduduk mengakibatkan peningkatan pada  konsumsi bahan pangan.

Bioteknologi, yang merupakan salah satu penerapan dari ilmu tentang makhluk hidup (Biologi), secara interdisiplin ilmu memegang peranan penting dalam dunia sains dan teknologi pada masa kini. Proses dan produk yang berkaitan langsung dengan agen hayati dan keberlangsungan kehidupannya menjadikan Bioteknologi mendapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Salah satu hasil produksinya adalah organisme transgenik atau GMO (Genetically Modified Organisms) yang dewasa ini didefinisikan sebagai organisme yang telah mengalami modifikasi atau perubahan pada susunan materi genetiknya dengan bantuan bioteknologi modern karena perubahan tersebut tidak dapat terjadi secara alami. Akan tetapi, pada dasarnya proses pemodifikasian susunan gen suatu organisme merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap individu makhluk hidup. Proses rekombinasi materi genetik—‘pencampuran’ materi genetik induk jantan dan betina—ini terdapat pada proses pembelahan sel yang dialami semua jenis makhluk hidup. Pemaknaan GMO yang telah mengalami pergeseran berdampak pada anggapan sebagian masyarakat berbagai kalangan bahwa organisme transgenik adalah produk bioteknologi yang berbahaya. Padahal, di balik mispresepsi masyarakat, GMO potensial memberikan dampak yang baik bagi manusia—salah satunya menjadi solusi dari problem global yang sedang melanda yaitu krisis pangan—namun tidak merugikan alam dan lingkungan hidup.

Salah satu contoh GMO yang telah dipakai dalam bidang industri adalah bakteri Eschericia coli yang termasuk dalam GMMO (Genetically Modified Microorganisms) sebagai penghasil biodiesel (salah satu jenis energi terbarukan yakni bahan bakar berbasis organisme hayati). Para ahli menginjeksikan suatu gen yang dapat membuat E. coli mengeluarkan enzim pemecah polisakarida (substrat yang dipakai untuk proses sintesis biodiesel) seperti selulase dan karena itulah E. coli dapat memproduksi biodiesel langsung dari tubuhnya. Contoh GMO lainnya yang dewasa ini menjadi fokus pengembangan para ilmuwan agro-bioteknologi adalah kacang kedelai dan tanaman jagung yang toleran terhadap herbisida dan hama. Kemampuan suatu tanaman, terutama tanaman hasil pertanian, tahan terhadap herbisida juga berarti berkurangnya penyemprotan herbisida, berkurangnya lalu lintas di areal pertanian, dan biaya operasi yang lebih sedikit.

Penerapan teknologi berbasis agen hayati pada organisme hidup—tanaman-tanaman pertanian maupun hewan—tidak serta merta mendapat dukungan semua kalangan. Beberapa pihak yang menyebut dirinya sebagai pecinta lingkungan meragukan keamanan GMO secara ekologis. Isu-isu tentang potensi resiko yang didapat melalui GMO diangkat dan berimplikasi negatif terhadap cara pandang masyarakat awan mengenai organisme transgenik. Penolakan masyarakat terhadap penggunaan organisme transgenik berdasar pada isu-isu utama yakni potensi alergi pada konsumen GMO, transfer gen dari GMO ke dalam tubuh konsumen, outcrossing atau perpindahan gen tanaman transgenik ke tanaman konvensional / non-transgenik, berkurangnya biodiversitas, efek ‘perusakan’ serangga-serangga atau hewan tanah bermanfaat, dan kemungkinan munculnya patogen tanaman yang baru.

Pengembangan teknologi dan produksi organisme transgenik yang terus dilakukan satu per satu menjawab perdebatan tentang pengaruh GMO terhadap lingkungan dan manusia. Dalam kurun waktu dua dekade sejak kemunculan GMO untuk pertama kali ke publik sampai sekarang, potensi GMO menimbulkan reaksi alergi pada konsumen yang seringkali ditakutkan tidak ditemukan. Demikian halnya dengan kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya transfer gen dari GMO ke sel-sel tubuh konsumen ataupun ke mikroorganisme atau flora normal tubuh manusia. Hal ini mungkin menjadi pertimbangan selanjutnya jika gen yang berpindah ke sel tubuh menyebabkan gangguan kesehatan. Transfer gen ke mikroorganisme saluran gastrointestinal memiliki kemungkinan relevansi pada gen-gen resistensi antibiotik, akan tetapi meskipun probabilitas berlangsungnya transfer gen kecil, para ilmuwan dari FAO/WHO telah mengembangkan teknik modifikasi gen tanpa menggunakan gen resistensi antibiotik sebagai marker. Permasalahan outcrossing yang sempat terjadi antartanaman jagung konvensional di Amerika Serikat diantisipasi oleh beberapa negara dengan cara mengurangi pencampuran jenis tanaman pada lahan pertanian, yakni dengan memisahkan lahan untuk jenis tanaman yang berbeda. Tinjauan terhadap efek ‘perusakan’ serangga dan atau hewan-hewan yang berperan penting secara ekologi telah ditindaklanjuti dengan pelaksanaan berbagai penelitian, salah satunya adalah yang dilakukan oleh peneliti dari Aachen University. Penelitian tentang efek jagung Bt (resisten hama) yang mengandung tiga protein Bt pada cacing tanah menelurkan kesimpulan bahwa jagung Bt bukanlah sebuah ancaman bagi keberlangsungan kehidupan cacing tanah di alam.

Sampai tahun 2006, menurut U.S. Department of Energy Genome Programs, 97% hasil pertanian transgenik secara global ‘disumbang’ oleh Amerika Serikat (53%), Argentina (17%), Brazil (11%), Kanada (6%), India (4%), Cina (3%), Paraguay (2%), dan Afrika Selatan (1%). Bahkan menurut pemberitaan Republika, pada tahun 2010 pangan Argentina sudah 100% menggunakan teknologi GMO. Republika juga melansir pernyataan direktur dan pendiri International Service For The Acquisition of Agri-Biotech Applications (ISAAA) bahwa sampai tahun 2010, lahan penanaman organisme transgenik mencapai 1 miliar hektar yang berarti juga bahwa organisme transgenik (GMO) semakin diterima oleh masyarakat luas.

Bahan pangan transgenik yang beredar di pasar internasional saat ini telah melalui peninjauan dan pengujian kembali terhadap resiko yang mungkin ditimbulkan dan bukti validitas pengujian tersebut dapat terlihat pada masyarakat dimana tidak ditemukannya efek negatif terhadap kesehatan manusia. Peningkatan permintaan yang berlangsung secara kontinu juga memperlihatkan aman atau tidaknya penggunaan bahan pangan transgenik atau GMO oleh manusia maupun terhadap ekosistem.

Genetically Modified Organisms baik dalam bentuk GMMO maupun dalam kegunaannya sebagai sumber alternatif bahan pangan semakin menuai respon baik dari masyarakat walaupun masih terdapat kelompok oposisi yang tidak mendukung teknologi ini didasari oleh beragam argumentasi. Pada prinsipnya, tidak ada teknologi yang tidak mengandung resiko. Inovasi yang segera direspon dengan baik oleh masyarakat sekalipun jika digunakan secara tidak bertanggung jawab akan berdampak buruk bahkan dampak yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya. Apabila kesejahteraan dan kebaikan bersama—seluruh komponen alam—merupakan landasan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejatinya resiko ataupun perdebatan-perdebatan yang timbul dapat teratasi.

No comments:

Post a Comment