Kamu pasti pernah dengar kata bioteknologi atau kalau di Atma disebutnya 'teknobiologi'. Hehe. Apa kesan pertama kamu waktu dengar kata itu? Apa yang langsung terbesit di otakmu? Kloning? atau Tempe? Yap, keduanya adalah produk bioteknologi. Tapi sekarang gue lagi gak mau bahas neither kloning nor tempe.
So, ladies and gentlemen, please welcome the ultimate, one and only.... GMO!
Tulisan selanjutnya adalah hasil tugas mata kuliah Rekayasa Genetika gue berupa tulisan argumentatif tentang pendapat gue soal GMO. Gak tahu deh dapet nilai berapa. Tapi ya semoga bisa menambah pengetahuan kita-kita, supaya kita sebagai orang muda bisa speak up dan gak mati gaya ketika harus menanggapi pengembangan inovasi ini yang semakin cepat berlangsung. Komentar, kritik, hujatan, saran, dan pujian dipersilakan :-)
---------------------GMO----------------------
Planet Bumi yang menjadi tempat tinggal bagi seluruh
makhluk hidup, menurut US Census Bureau tahun 2012, saat ini berpenduduk lebih
dari 7 milyar jiwa. Keadaan tersebut membawa dampak universal yang berkembang
menjadi permasalahan global. Sains dan teknologi berkembang secara signifikan
untuk mengimbangi perkembangan di era modern ini—perubahan gaya hidup,
peradaban, pola pikir, dan peningkatan pengetahuan yang memengaruhi perubahan
pada kebutuhan makhluk hidup, khususnya manusia. Pangan adalah satu dari tiga
kebutuhan pokok manusia. Efek domino yang dihasilkan dari pertumbuhan penduduk
secara global menyinggung pula pada kebutuhan makan—semakin bertambahnya
penduduk mengakibatkan peningkatan pada konsumsi bahan pangan.
Bioteknologi, yang merupakan salah satu penerapan dari
ilmu tentang makhluk hidup (Biologi), secara interdisiplin ilmu memegang
peranan penting dalam dunia sains dan teknologi pada masa kini. Proses dan
produk yang berkaitan langsung dengan agen hayati dan keberlangsungan
kehidupannya menjadikan Bioteknologi mendapat perhatian khusus dari berbagai
kalangan. Salah satu hasil produksinya adalah organisme transgenik atau GMO (Genetically
Modified Organisms) yang dewasa ini didefinisikan sebagai organisme yang
telah mengalami modifikasi atau perubahan pada susunan materi genetiknya dengan
bantuan bioteknologi modern karena perubahan tersebut tidak dapat terjadi
secara alami. Akan tetapi, pada dasarnya proses pemodifikasian susunan gen suatu
organisme merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap individu makhluk
hidup. Proses rekombinasi materi genetik—‘pencampuran’ materi genetik induk
jantan dan betina—ini terdapat pada proses pembelahan sel yang dialami semua
jenis makhluk hidup. Pemaknaan GMO yang telah mengalami pergeseran berdampak pada
anggapan sebagian masyarakat berbagai kalangan bahwa organisme transgenik
adalah produk bioteknologi yang berbahaya. Padahal, di balik mispresepsi
masyarakat, GMO potensial memberikan dampak yang baik bagi manusia—salah
satunya menjadi solusi dari problem global yang sedang melanda yaitu krisis
pangan—namun tidak merugikan alam dan lingkungan hidup.
Salah satu contoh GMO yang telah dipakai dalam bidang
industri adalah bakteri Eschericia coli
yang termasuk dalam GMMO (Genetically
Modified Microorganisms) sebagai penghasil biodiesel (salah satu jenis
energi terbarukan yakni bahan bakar berbasis organisme hayati). Para ahli
menginjeksikan suatu gen yang dapat membuat E.
coli mengeluarkan enzim pemecah polisakarida (substrat yang dipakai untuk
proses sintesis biodiesel) seperti selulase dan karena itulah E. coli dapat memproduksi biodiesel langsung
dari tubuhnya. Contoh GMO lainnya yang dewasa ini menjadi fokus pengembangan
para ilmuwan agro-bioteknologi adalah kacang kedelai dan tanaman jagung yang
toleran terhadap herbisida dan hama. Kemampuan suatu tanaman, terutama tanaman
hasil pertanian, tahan terhadap herbisida juga berarti berkurangnya
penyemprotan herbisida, berkurangnya lalu lintas di areal pertanian, dan biaya
operasi yang lebih sedikit.
Penerapan teknologi berbasis agen hayati pada organisme
hidup—tanaman-tanaman pertanian maupun hewan—tidak serta merta mendapat
dukungan semua kalangan. Beberapa pihak yang menyebut dirinya sebagai pecinta
lingkungan meragukan keamanan GMO secara ekologis. Isu-isu tentang potensi
resiko yang didapat melalui GMO diangkat dan berimplikasi negatif terhadap cara
pandang masyarakat awan mengenai organisme transgenik. Penolakan masyarakat
terhadap penggunaan organisme transgenik berdasar pada isu-isu utama yakni
potensi alergi pada konsumen GMO, transfer gen dari GMO ke dalam tubuh
konsumen, outcrossing atau
perpindahan gen tanaman transgenik ke tanaman konvensional / non-transgenik,
berkurangnya biodiversitas, efek ‘perusakan’ serangga-serangga atau hewan tanah
bermanfaat, dan kemungkinan munculnya patogen tanaman yang baru.
Pengembangan teknologi dan produksi organisme transgenik
yang terus dilakukan satu per satu menjawab perdebatan tentang pengaruh GMO
terhadap lingkungan dan manusia. Dalam kurun waktu dua dekade sejak kemunculan
GMO untuk pertama kali ke publik sampai sekarang, potensi GMO menimbulkan
reaksi alergi pada konsumen yang seringkali ditakutkan tidak ditemukan.
Demikian halnya dengan kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya transfer gen
dari GMO ke sel-sel tubuh konsumen ataupun ke mikroorganisme atau flora normal
tubuh manusia. Hal ini mungkin menjadi pertimbangan selanjutnya jika gen yang
berpindah ke sel tubuh menyebabkan gangguan kesehatan. Transfer gen ke
mikroorganisme saluran gastrointestinal memiliki kemungkinan relevansi pada
gen-gen resistensi antibiotik, akan tetapi meskipun probabilitas berlangsungnya
transfer gen kecil, para ilmuwan dari FAO/WHO telah mengembangkan teknik
modifikasi gen tanpa menggunakan gen resistensi antibiotik sebagai marker. Permasalahan
outcrossing yang sempat terjadi
antartanaman jagung konvensional di Amerika Serikat diantisipasi oleh beberapa
negara dengan cara mengurangi pencampuran jenis tanaman pada lahan pertanian,
yakni dengan memisahkan lahan untuk jenis tanaman yang berbeda. Tinjauan
terhadap efek ‘perusakan’ serangga dan atau hewan-hewan yang berperan penting
secara ekologi telah ditindaklanjuti dengan pelaksanaan berbagai penelitian,
salah satunya adalah yang dilakukan oleh peneliti dari Aachen University.
Penelitian tentang efek jagung Bt (resisten hama) yang mengandung tiga protein
Bt pada cacing tanah menelurkan kesimpulan bahwa jagung Bt bukanlah sebuah
ancaman bagi keberlangsungan kehidupan cacing tanah di alam.
Sampai tahun 2006, menurut U.S. Department of Energy
Genome Programs, 97% hasil pertanian transgenik secara global ‘disumbang’ oleh
Amerika Serikat (53%), Argentina (17%), Brazil (11%), Kanada (6%), India (4%),
Cina (3%), Paraguay (2%), dan Afrika Selatan (1%). Bahkan menurut pemberitaan
Republika, pada tahun 2010 pangan Argentina sudah 100% menggunakan teknologi
GMO. Republika juga melansir pernyataan direktur dan pendiri International
Service For The Acquisition of Agri-Biotech Applications
(ISAAA) bahwa sampai tahun 2010, lahan penanaman
organisme transgenik mencapai 1 miliar hektar yang berarti juga bahwa organisme
transgenik (GMO) semakin diterima oleh masyarakat luas.
Bahan pangan transgenik yang
beredar di pasar internasional saat ini telah melalui peninjauan dan pengujian
kembali terhadap resiko yang mungkin ditimbulkan dan bukti validitas pengujian
tersebut dapat terlihat pada masyarakat dimana tidak ditemukannya efek negatif
terhadap kesehatan manusia. Peningkatan permintaan yang berlangsung secara
kontinu juga memperlihatkan aman atau tidaknya penggunaan bahan pangan
transgenik atau GMO oleh manusia maupun terhadap ekosistem.
Genetically Modified Organisms baik dalam bentuk GMMO
maupun dalam kegunaannya sebagai sumber alternatif bahan pangan semakin menuai
respon baik dari masyarakat walaupun masih terdapat kelompok oposisi yang tidak
mendukung teknologi ini didasari oleh beragam argumentasi. Pada prinsipnya,
tidak ada teknologi yang tidak mengandung resiko. Inovasi yang segera direspon
dengan baik oleh masyarakat sekalipun jika digunakan secara tidak bertanggung
jawab akan berdampak buruk bahkan dampak yang tidak pernah diperkirakan
sebelumnya. Apabila kesejahteraan dan kebaikan bersama—seluruh komponen alam—merupakan
landasan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka sejatinya resiko
ataupun perdebatan-perdebatan yang timbul dapat teratasi.
No comments:
Post a Comment