Tanggal 23-30 Juni 2013 saya berada di Jepang
untuk pertama kalinya. Japan Ministry of Foreign Affairs melalui Jenesys2.0 mengundang
saya dan 357 mahasiswa ASEAN lainnya berkunjung ke Jepang untuk memiliki
pengalaman tak terlupakan di Negeri Sakura. Waktu itu saya adalah mahasiswa
Biologi tahun III Universitas Sam Ratulangi Manado dan merupakan satu dari 36
mahasiswa Indonesia yang terpilih menjadi duta bangsa. Sungguh suatu
kehormatan.
Beberapa dosen di kampus
berpendapat saya mirip orang Jepang. Pramugari-pramugari Japan Airlines pun
berbahasa Jepang ketika menawari saya minuman. Tapi bagi saya Negara Matahari
Terbit masih misterius. Berbekal beberapa simple phrases bahasa
Jepang yang dituliskan dalam handbook Jenesys2.0 batch 3,
perlengkapan yang dibutuhkan sebagai duta bangsa, 2 lembar Japan Yen, dan tentunya
passport, saya ke Jepang.
Excitement yang meluap-luap di tempat yang sama sekali baru
bersama orang-orang asing membuat saya agak mati
gaya pada awalnya. Saya panik ketika mengira koper saya hilang saat turun dari
bis di Hotel Nikko Narita. Tambah panik ketika melihat pengemudi bis dan
bapak-bapak panitia lebih kelimpungan mencari-cari koper tersebut yang ternyata berada
tidak lebih dari 3 meter dari saya. Mulai saat itu saya tau orang-orang di
sekeliling saya bukanlah orang asing. Tapi, tidak serta merta kematian gaya
saya hilang begitu saja. Banyak yang bergejolak di hati dan ga tau mau dishare
ke siapa. BB tidak bisa dipakai, mau telepon juga udah kayak beli pulsa hand
phone untuk 2 bulan. Well, TV di kamar hotel cukup membuat
suasana lebih baik meskipun ga ngerti apa yang diomongin.
Masuk hari kedua, akhirnya peserta mendapat lecture tentang
tujuan-tujuan utama penyelenggaraan Jenesys2.0, yaitu untuk menyambut AEC (ASEAN Economic Community) 2015 dan
memperkuat hubungan 'bilateral' antara Jepang dan ASEAN (Jepang bahkan punya ambassador sendiri
untuk ASEAN!). Kami mulai mengerti untuk apa kami dibawa jauh-jauh untuk study
tour ke Jepang, dibiayai mahal-mahal oleh pemerintah Jepang untuk
experienced negara mereka. Kalau mau direnungin baik-baik, bangga loh jadi youth
ambassador yang dipercaya menjadi penentu arah masa depan bangsa.
Apapun dasar pertimbangan pemerintah Jepang (termasuk untuk menghabiskan
anggaran seperti yang dilontarkan sobat saya :p), menurut saya, cara seperti
ini efektif banget untuk menarik minat generasi muda terhadap negara Jepang.
Well, buat saya, kalau memang kita (youth ambassadors from Indonesia) mau
mengembangkan kecerdasan kita lebih lagi dan punya visi untuk negeri tercinta,
program study tour ini bukan hanya bermanfaat di masa
kini--having fun di Jepang, punya foto-foto dari sana, dapat keluarga baru dari
berbagai negara, dll--tapi juga bisa memberi dampak positif bagi Indonesia di
masa mendatang--when our time has come. :) Ngomong-ngomong, saya post tentang
AEC 2015, ASEAN & Jepang, dan 'yang-berat-berat-itu' di posting lain, ya.
Kita have fun dulu. Hehehe.
Salah satu program di hari II adalah Tokyo
Exploration. Siang harinya kami berkesempatan untuk berbelanja di Aqua City,
Odaiba. Pemandangan Tokyo Bay yang indah bisa kami nikmati dari sana. Selama perjalanan
pun saya melihat pemandangan
yang sungguh tidak biasa dilihat di rumah. Begitu banyak pohon di
tengah-tengah gedung-gedung perkantoran maupun apartment dan selalu ada kehijauan di
tepi sungai yang bersih. Walau hanya terlihat dari dalam bis yang sedang melaju
di jalan tol, keadaan kota yang demikian sungguh menyejukan.
Waktu yang terlalu sempit untuk menikmati Tokyo tentunya tidak
saya sia-siakan. Malam harinya merupakan free time bagi
para peserta. Banyak teman yang mengunjungi Shibuya dan Shinjuku, saya sendiri
memutuskan untuk ke Tokyo Tower. Waktu masih di Indonesia, saya tadinya
memang ingin ke pusat kota yang katanya seperti Times Square di New York dan
kita bisa melihat cosplay yang begitu atraktif, ditambah saya agak takut untuk
pergi sendiri karena saya tidak bisa berbahasa Jepang, namun keinginan yang
kuat untuk melihat langsung dan memotret Tokyo Tower membuat saya tetap
memberanikan diri. Dengan pemikiran ‘nanti ‘kan bisa tanya-tanya sama satpam atau
polisi’’ saya berangkat sendiri ke Tokyo Tower. Saya mulai
deg-degan ketika saya tidak menemukan polisi ataupun satpam di stasiun kereta
terdekat (Kokusai-tenjijo). Namun, keramahan penjaga information desk (meskipun
saya hampir menerobos palang karena tidak tau dimana tempat membeli tiket),
orang-orang Jepang—tua maupun muda—yang saya tanyai di stasiun, informasi yang
tersedia dimana-mana (termasuk jam kedatangan kereta yang tergantung pada
langit-langit stasiun), kenyamanan stasiun maupun kereta dan subway membuat
saya merasa sangat aman. Saya merekomendasikan untuk mengeksplor Tokyo by your own karena Anda akan belajar
lebih banyak dari yang Anda harapkan. Saya belajar banyak hal dari perjalanan
malam itu, salah satunya adalah kebiasaan berdiri di sebelah kiri ketika naik
eskalator agar bagian kanan dapat digunakan oleh orang yang sedang
terburu-buru. Dari eksplorasi Tokyo malam itu, saya menyimpulkan Tokyo
benar-benar kota yang sangat bersih, nyaman, teratur, dan ramah—berbeda dengan
pandangan saya sebelumnya bahwa orang Jepang sangat individualis dan
eksklusif. Saya sangat berterimakasih kepada orang-orang Jepang yang walau
tidak berbahasa Inggris tetap mau berusaha menjawab ketika saya bertanya. Kali
ini giliran saya yang merasa bahwa saya bukan orang asing.
...Saya belum selesai. Tunggu lanjutannya ya.
No comments:
Post a Comment