Saturday, July 13, 2013

ASEAN goes to Japan: An Endless Discovery (1)

Tanggal 23-30 Juni 2013 saya berada di Jepang untuk pertama kalinya. Japan Ministry of Foreign Affairs melalui Jenesys2.0 mengundang saya dan 357 mahasiswa ASEAN lainnya berkunjung ke Jepang untuk memiliki pengalaman tak terlupakan di Negeri Sakura. Waktu itu saya adalah mahasiswa Biologi tahun III Universitas Sam Ratulangi Manado dan merupakan satu dari 36 mahasiswa Indonesia yang terpilih menjadi duta bangsa. Sungguh suatu kehormatan.
Beberapa dosen di kampus berpendapat saya mirip orang Jepang. Pramugari-pramugari Japan Airlines pun berbahasa Jepang ketika menawari saya minuman. Tapi bagi saya Negara Matahari Terbit masih misterius. Berbekal beberapa simple phrases bahasa Jepang yang dituliskan dalam handbook Jenesys2.0 batch 3, perlengkapan yang dibutuhkan sebagai duta bangsa, 2 lembar Japan Yen, dan tentunya passport, saya ke Jepang.
Excitement yang meluap-luap di tempat yang sama sekali baru bersama orang-orang asing membuat saya agak mati gaya pada awalnya. Saya panik ketika mengira koper saya hilang saat turun dari bis di Hotel Nikko Narita. Tambah panik ketika melihat pengemudi bis dan bapak-bapak panitia lebih kelimpungan mencari-cari koper tersebut yang ternyata berada tidak lebih dari 3 meter dari saya. Mulai saat itu saya tau orang-orang di sekeliling saya bukanlah orang asing. Tapi, tidak serta merta kematian gaya saya hilang begitu saja. Banyak yang bergejolak di hati dan ga tau mau dishare ke siapa. BB tidak bisa dipakai, mau telepon juga udah kayak beli pulsa hand phone untuk 2 bulan. Well, TV di kamar hotel cukup membuat suasana lebih baik meskipun ga ngerti apa yang diomongin.
Masuk hari kedua, akhirnya peserta mendapat lecture tentang tujuan-tujuan utama penyelenggaraan Jenesys2.0, yaitu untuk menyambut AEC (ASEAN Economic Community) 2015 dan memperkuat hubungan 'bilateral' antara Jepang dan ASEAN (Jepang bahkan punya ambassador sendiri untuk ASEAN!). Kami mulai mengerti untuk apa kami dibawa jauh-jauh untuk study tour ke Jepang, dibiayai mahal-mahal oleh pemerintah Jepang untuk experienced negara mereka. Kalau mau direnungin baik-baik, bangga loh jadi youth ambassador yang dipercaya menjadi penentu arah masa depan bangsa. Apapun dasar pertimbangan pemerintah Jepang (termasuk untuk menghabiskan anggaran seperti yang dilontarkan sobat saya :p), menurut saya, cara seperti ini efektif banget untuk menarik minat generasi muda terhadap negara Jepang. Well, buat saya, kalau memang kita (youth ambassadors from Indonesia) mau mengembangkan kecerdasan kita lebih lagi dan punya visi untuk negeri tercinta, program study tour ini bukan hanya bermanfaat di masa kini--having fun di Jepang, punya foto-foto dari sana, dapat keluarga baru dari berbagai negara, dll--tapi juga bisa memberi dampak positif bagi Indonesia di masa mendatang--when our time has come. :) Ngomong-ngomong, saya post tentang AEC 2015, ASEAN & Jepang, dan 'yang-berat-berat-itu' di posting lain, ya. Kita have fun dulu. Hehehe.
Salah satu program di hari II adalah Tokyo Exploration. Siang harinya kami berkesempatan untuk berbelanja di Aqua City, Odaiba. Pemandangan Tokyo Bay yang indah bisa kami nikmati dari sana. Selama perjalanan pun saya melihat pemandangan yang sungguh tidak biasa dilihat di rumah. Begitu banyak pohon di tengah-tengah gedung-gedung perkantoran maupun apartment dan selalu ada kehijauan di tepi sungai yang bersih. Walau hanya terlihat dari dalam bis yang sedang melaju di jalan tol, keadaan kota yang demikian sungguh menyejukan.

Waktu yang terlalu sempit untuk menikmati Tokyo tentunya tidak saya sia-siakan. Malam harinya merupakan free time bagi para peserta. Banyak teman yang mengunjungi Shibuya dan Shinjuku, saya sendiri memutuskan untuk ke Tokyo Tower. Waktu masih di Indonesia, saya tadinya memang ingin ke pusat kota yang katanya seperti Times Square di New York dan kita bisa melihat cosplay yang begitu atraktif, ditambah saya agak takut untuk pergi sendiri karena saya tidak bisa berbahasa Jepang, namun keinginan yang kuat untuk melihat langsung dan memotret Tokyo Tower membuat saya tetap memberanikan diri. Dengan pemikiran ‘nanti ‘kan bisa tanya-tanya sama satpam atau polisi saya berangkat sendiri ke Tokyo Tower. Saya mulai deg-degan ketika saya tidak menemukan polisi ataupun satpam di stasiun kereta terdekat (Kokusai-tenjijo). Namun, keramahan penjaga information desk (meskipun saya hampir menerobos palang karena tidak tau dimana tempat membeli tiket), orang-orang Jepang—tua maupun muda—yang saya tanyai di stasiun, informasi yang tersedia dimana-mana (termasuk jam kedatangan kereta yang tergantung pada langit-langit stasiun), kenyamanan stasiun maupun kereta dan subway membuat saya merasa sangat aman. Saya merekomendasikan untuk mengeksplor Tokyo by your own karena Anda akan belajar lebih banyak dari yang Anda harapkan. Saya belajar banyak hal dari perjalanan malam itu, salah satunya adalah kebiasaan berdiri di sebelah kiri ketika naik eskalator agar bagian kanan dapat digunakan oleh orang yang sedang terburu-buru. Dari eksplorasi Tokyo malam itu, saya menyimpulkan Tokyo benar-benar kota yang sangat bersih, nyaman, teratur, dan ramah—berbeda dengan pandangan saya sebelumnya bahwa orang Jepang sangat individualis dan eksklusif. Saya sangat berterimakasih kepada orang-orang Jepang yang walau tidak berbahasa Inggris tetap mau berusaha menjawab ketika saya bertanya. Kali ini giliran saya yang merasa bahwa saya bukan orang asing.

...Saya belum selesai. Tunggu lanjutannya ya.


No comments:

Post a Comment